Beberkan Fakta AMDAL PTFI Cacat Prosedural, Ini Tuntutan FPHS Tsingwarop

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, PT Freeport Indonesia, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika, masyarakat adat serta Forum
Share it:

Pertemuan Kementerian LHK, PTFI, Pemprov Papua, Pemkab Mimika, masyarakat adat serta FPHS Tsingwarop bahas Amdal PTFI secara zoom meeting, Kamis (3/11/2022)

Jayapura, Dharapospapua.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, PT Freeport Indonesia, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika, masyarakat adat serta Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS) Tsingwarop terlibat dalam pertemuan secara zoom meeting, Kamis (3/11/2022).

Pelaksanakan rapat komisi penilai AMDAL pusat secara online ini dalam rangka pembahasan dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) Rencana Kegiatan Pengembangan dan Optimalisasi tambang tembaga dan emas serta kegiatan pendukungnya hingga kapasitas maksimal 300.000 ton biji per hari oleh PT. Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

Ketua FPHS Tsingwarop, Yafet Manga Beanal, menegaskan pihaknya menyampaikan keberatan atas proses pengurusan AMDAL PT Freeport Indonesia, yang sejak awal tidak melibatkan FPHS selaku pemilik hak ulayat dan representatif resmi dari masyarakat adat yang tinggal di areal tambang PT Freeport Indonesia.

“Kami selaku masyarakat adat pemilik hak ulayat, serta selaku masyarakat yang tinggal di areal PT Freeport Indonesia tidak pernah menerima dokumen Adendum ANDAL RKL-RPL PT Freeport Indonesia, maupun menerima sosialisasi-sosialisasi pengurusan AMDAL PT Freeport Indonesia,” ungkapnya saat bersama pengurus dan masyarakat Tsingwarop menyampaikan saran, masukan, dan tanggapan dalam pertemuan zoom meeting bersama Kementerian LHK, Freeport, Pemprov Papua dan Pemda Mimika sebagaimana siaran pers yang diterima email Redaksi Dharapospapua.com, Jumat (4/11/2022).

Dikatakan Yafet, pembahasan, pengurusan dan/atau proses penyusunan AMDAL PT Freeport Indonesia dibagi menjadi dua, yakni Tanggapan Formil-Prosedural Dokumen Amdal RKL-RPL PT Freeport Indonesia dan Tanggapan Materiil-Substansi Dokumen Andal RKL-RPL PT Freeport Indonesia.

“Kaitannya dengan itu, pembuatan AMDAL PT Freeport Indonesia pada dasarnya telah cacat secara prosedural sejak awal pengurusan dan/atau penyusunannya yakni dengan dasar-dasar hukum yang akan kami uraikan dalam poin selanjutnya,” tegasnya.

Yafet kemudian merincikan beberapa poin penting yang menjadi dasar klaim pihaknya bahwa AMDAL PT Freeport Indonesia cacat procedural.

Pertama, bahwa berdasarkan Pasal 27 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelengaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“PP 22/2021”) penyusunan AMDAL dilakukan melalui tahapan pelaksanaan pelibatan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.

Selain itu, dalam Pasal 28 PP 22/2021, telah diatur juga bahwa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan harus melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung, yang dilakukan melalui pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan dan adanya konsultasi publik.

Adapun kegiatan pelibatan masyarakat yang terkena dampak langsung harus dilakukan sebelum penyusunan formulir Kerangka Acuan.

“Berdasarkan Pasal 44 PP 22/2021, dokumen Andal dan RKL-RPL dilakukan penilaian melalui tahapan penilaian administrasi dan penilaian substansi,” rincinya.

Kemudian, berdasarkan Pasal 45 PP 22/2021, penilaian substansi dilakukan melalui rapat tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup dengan melibatkan pihak masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan dan masyarakat pemerhati lingkungan hidup dan/atau masyarakat berkepentingan lainnya yang telah menyampaikan saran, pendapat, dan tanggapan yang relevan pada pelibatan masyarakat di tahap penyusunan Formulir Kerangka Acuan.

Sekretaris FPHS Tsingwarop Yohan Zonggonau juga menekankan bahwa masyarakat adat pemilik hak ulayat yang mendiami di areal tambang PT Freeport Indonesia telah terkena dampak negatif secara langsung atas berlangsungnya penambangan di areal PT Freeport Indonesia yang nyata-nyata merupakan bagian dari areal hak ulayat masyarakat Tsingwarop.

Ia kemudian merincikan beberapa dampak negatif yang telah dialami masyarakat adat pemilik hak ulayat yang terdampak langsung.

“Salah satunya yaitu rusak dan hilangnya sebagian hutan adat dan tanah ulayat yang dimiliki oleh masyarakat adat pemilik hak ulayat,” beber Yohan menanggapi Materiil-Substansi Dokumen Andal RKL-RPL PT Freeport Indonesia saat zoom meeting bersama Kementerian LHK dan PT. Freeport Indonesia.

Dampak lain, yaitu tercemarnya sungai-sungai di wilayah 3 Kampung Tsinga, Waa/Banti, Aroanop akibat limbah tailing milik PT Freeport Indonesia yang dibuang langsung ke sungai hingga hilangnya sumber air bersih bagi masyarakat.

Kemudian, penyakit-penyakit kulit akibat adanya limbah-limbah tailing milik PT Freeport Indonesia yang dibuang secara langsung dan menimbulkan dampak kesehatan yang negatif bagi masyarakat.

“Juga hilangnya tempat sumber pencaharian, dan tempat tanah lokasi karena diduduki oleh perusahaan tanpa sepengetahuan kami, serta kesepakatan jelas,” bebernya.

Belum lagi, adanya berbagai propaganda yang terus dilakukan oleh perusahaan lewat militer.

“Sehingga rumah-rumah pemukiman kami dibakar dan kami diusir hingga akhirnya sebagian besar warga mengungsi di Timika, dan hidup di kos-kosan dan rumah yang tak layak huni. Dan perlu saya tegaskan, laporan kami juga sudah kami kirimkan ke Komnas HAM RI serta banyak dampak negatif yang kami peroleh daripada positifnya,” bebernya secara detail.

Selanjutnya disampaikan Johan, bahwa sejak adanya Kontrak Karya PT Freeport Indonesia pertama kali, yakni pada 1967 lalu pihaknya tidak pernah menerima kompensasi dari aktivitas perusahaan asing tersebut.

“Kurang lebih selama 55 tahun  kami selaku pemilik hak ulayat dan masyarakat yang terkena dampak langsung atas keberadaan PT Freeport di areal tanah ulayat kami, kami tidak pernah menerima kompensasi dan/atau keuntungan dari adanya pertambangan PT Freeport Indonesia,” bebernya.

Untuk itu, Johan atas nama pemilik hak ulayat, dengan tegas menyampaikan beberapa tuntutan Kepada PT Freeport Indonesia untuk melakukan bisnis dengan mengedepankan hak bagi masyarakat adat pemilik hak ulayat dan masyarakat yang terkena dampak langsung atas kegiatan penambangan.

Kemudian, memberikan ganti kerugian secara materiil kepada seluruh masyarakat adat pemilik hak ulayat dan masyarakat yang terkena dampak langsung kegiatan penambangan yakni dengan melalui dana hibah.

Melibatkan masyarakat dalam pengurusan, penyusunan, dan pembentukan AMDAL PT Freeport Indonesia dan seluruh kegiatan PT Freeport Indonesia di wilayah tanah ulayat masyarakat adat dan masyarakat yang terdampak langsung.

Memberikan pengembangan ekonomi, Pendidikan, dan kesehatan bagi masyarakat adat pemilik hak ulayat dan masayarakat yang terkena dampak langsung kegiatan penambangan.

Memelihara wilayah-wilayah adat yang ada di areal penambangan, khususnya Salju Abadi di Nemangkawi, yang merupakan salah satu keajaiban alam yang dimiliki oleh Masyarakat Adat dan Indonesia.

Melakukan pembangunan infrastruktur jalan Tsinga, Waa/Banti, Arwanop, Timika, Kokonau dan Agimuga dengan Jembatan Layang tanpa mengganggu hutan Lindung serta pembangunuan rumah Layak huni bagi masyarakat Tsingwarop.

Melibatkan, menempatkan, dan memberikan ruang kepada anak-anak Tsingwarop untuk menduduki jabatan stategis dalam PT Freeport Indonesia guna memajukan SDM masyarakat adat serta pelibatan secara langsung didalamnya.

Karena itu, untuk mencegah terulanginya kembali kerugian-kerugian yang dialami oleh masyarakat adat pemilik hak ulayat serta masyarakat yang terkena dampak langsung akibat kegiatan penambangan PT Freeport Indonesia, sehingga Perwakilan Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS), Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Tsingwarop (Tsinga, Waa/Banti dan Arwanop) serta Lemasa Pimpinan Karel Kum menyampaikan tuntutan berdasarkan analisa diatas.

“Kami mendesak dan menuntut kepada Kementerian LHK untuk benar-benar meninjau ulang dokumen-dokumen ANDAL RKL-RPL PT Freeport Indonesia dan melibatkan kami selaku masyarakat adat pemilik hak ulayat sekaligus masyarakat yang terdampak langsung kegiatan penambangan PT Freeport Indonesia,” pungkasnya.

(RDP)

Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

Olahraga